Bismillah ar rahman ar rahim..
Ini cerita mengenai seseorang yang bernama 'dia'. Seseorang yang sangat rapat dengan saya, sangat rapat. Sukar bukan untuk kita menceritakan mengenai 'dia' yang seakan-akan sudah sebati dengan diri kita, perihal 'dia' yang sudah kita anggap lebih dari orang lain. Saya sayang kan 'dia'. Benar-benar sayang kan 'dia'. Sangat sayang. Sayang. Amat.
Dialah sahabat saya. Sahabat. Pelbagai perkara datang bertalu-talu dalam kehidupan 'dia', acap kali jua 'dia' menangis sendiri di hadapan Illahi, acap kali juga dia jatuh dan terbaring menjalani kehidupan, acap kali juga dia memendam rasa dan masalah seolah-olah tiada apa-apa berlaku, bibirnya jarang sekali menceritakan perihal kesakitan dan permasalahanya, bibirnya tidak pernah lekang dari senyuman yang menghangatkan, mukanya sentiasa ceria dan menenangkan sesiapa yang memandangnya, hatinya telus dan hangat menyebarkan cinta, lentur lidahnya lembut memujuk hati kami yang sedang bergolak dengan permasalahan dunia walhal dirinya sendiri sedang bertahan melawan hatinya yang sudah remuk, ‘dia’ penuh sabar mendengar permasalahan kami sedangkan dirinya terkejar-kejar mencari ruang menguatkan dirinya sendiri, tangannya dengan penuh kasih sayang menyapu lelehan air mata di pipi kami walhal dalam diam dia merawat luka di hatinya, dengan ceria dia tertawa mencipta kegembiraan kepada kami sedang di dalam hatinya sedang bergetar menahan sendu.
Itulah dia. Seorang sahabat yang tidak betah melihat sahabat-sahabatnya terkapai sendirian di dalam masalah bahkan turut tidak sanggup membebankan sahabatnya dengan permasalahannya sendiri.
Entah. Terasa kerdil memikir persoalan persahabatan dan ukhuwah ini. Aku terlalu kerdil jika di bandingkan dengan dirimu.
Sahabatkah aku, saat aku terjatuh maka dialah orang pertama yang menyambut diriku.Namun di saat dia terguling jatuh, dia diam-diam terketar-ketar cuba bangun sendirian.
Sahabatkah aku, saat aku menangis teresak maka dialah orang pertama yang memeluk dan mendatangiku, namu di saat dia di rundum pilu, dia membisu, hanya sujudnya yang lama menjadi pengubat luka dan lara.
Sahabatkah aku, saat aku perlukan tangan memaut, tanpa di pinta dia datang menghulur dan memberi, namun di saat dia terkapai-kapai mencari dahan berpaut dan tempat berteduh rasa, dia lebih rela memilih untuk menyendiri menguatkan hati.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)